Meningkatnya Gangguan Kesehatan Mental Saat Pandemi

Sumber: freepik.com

Oleh Tri Sulastri

COVID-19 merupakan pandemic atau wabah penyakit yang secara tiba-tiba menjangkit seluruh dunia sejak 2019 lalu. Segala perubahan dan kebijakan ditetapkan dalam upaya menghentikan laju penyebaran wabah ini.

Berbagai dampak terjadi diakibatkan pandemic ini salah satunya adalah gangguan kesehatan mental. Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) mencatat pada 5 bulan pandemic yaitu sejak April – Agustus 2021, sebanyak 64,8 persen dari 4010 pengguna swaperiksa di web PDSKJI mengalami masalah psikologis.

Swaperiksa itu sendiri merupakan layanan dari PDSKJI berupa pemeriksaan kesehatan mental yang dapat dilakukan oleh penggunanya sendiri. Kemudian jika hasilnya terdapat gejala gangguan psikologis dapat menghubungi tenaga psikolog yang disediakan oleh PDSKJI.

Dari hasil swaperiksa tersebut masalah psikologis yang dialami antara lain 65 persen kecemasan, 62 persen depresi, 75 persen trauma psikologis, dan 1 dari 5 orang (44 persen dari penderita depresi) memiliki pemikiran untuk bunuh diri. PDSKJI pun mencatat bahwa gangguan kesehatan mental ini paling banyak menyerang perempuan yaitu 71 persen sementara laki-laki 29 persen. Gangguan ini pun ditemukan pada kelompok usia paling rentan mengalami masalah psikologis antara lain 17 – 29 tahun dan diatas 60 tahun.

Gangguan kecemasan dalam DSM-IV-TR ditandai oleh kekhawatiran terus menerus yang sulit dikendalikan hingga mengalami kelelahan mental, mudah marah, gangguan tidur dan otot. 

Hal ini serupa dengan hasil yang dipaparkan oleh PDSKJI. Dalam surveynya mereka menyatakan bahwa gejala yang dialami responden berupa pemikiran sesuatu yang buruk akan terjadi, khawatir berlebihan, mudah marah atau jengkel, dan sulit rileks.

Sementara gejala depresi ditandai perasaan sedih dan tertekan hingga kehilangan minat atau kesenangan pada suatu aktivitas, sulit tidur, kehilangan energi, nafsu makan berkurang, memandang diri secara negatif, dan memiliki pemikiran tentang bunuh diri.

Tanda-tanda tersebut sama dengan gejala depresi yang ditemukan oleh PDSKJI pada pengguna swaperiksa berupa gangguan tidur, kurang percaya diri, lebih tidak bertenaga, dan kehilangan minat terhadap sesuatu. Hal ini mereka rasakan lebih dari separuh waktu dalam 2 minggu terakhir.

Pemberitaan banyaknya korban meninggal akibat COVID-19 atau peristiwa-peristiwa lainnya bahkan mengalami sendiri kerugian akibat pandemi ini menyebabkan gejala stress pasca trauma (PTSD) pada sebagian orang. 

Dalam survey yang dilakukan PDSKJI, ditemukan sebanyak 80 persen dari 182 pengguna swaperiksa memiliki gejala PTSD karena menyaksikan atau mengalami peristiwa terkait COVID-19.

Gejala yang dialami diantaranya 46 persen gejala berat, 33 persen gejala sedang, dan 2 persen gejala ringan serta 19 persen tidak memiliki gejala. Sementara untuk gejala yang paling menonjol adalah merasa berjarak dan terpisah dari orang lain, mati rasa, merasa terus waspada, mudah marah, sulit tidur, dan kesulitan berkonsentrasi. 

Pandemi COVID-19 yang telah berlangsung hampir dua tahun meninggalkan banyak kejadian tidak menyenangkan penyebab gangguan psikologis pada banyak orang. Gangguan yang tidak segera ditangani atau bahkan hanya dibiarkan dapat menyebabkan masalah yang lebih besar.

Jika kamu merasakan gejala gangguan psikologis yang mulai mengganggu aktivitasmu, segeralah mencari pertolongan konselor atau psikolog. Asisya Consulting menyediakan layanan konseling dan terapi psikologis bagi kamu yang ingin mencari pendampingan psikologis.

Sumber:

http://pdskji.org/home

Davison, dkk. 2018. Psikologi Abnormal. Depok: Rajawali Pers.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *