Menghadapi Quarter Life Crisis dengan Pandangan Psikologi Positif

Oleh: Rizky Amelia

Seperti yang telah diketahui, manusia memiliki beberapa tahapan kehidupan, mulai dari lahir, tumbuh dewasa, hingga lanjut usia. Dalam setiap tahapannya, setiap individu memiliki tugas dan tuntutan yang harus dipenuhi. Peralihan dari masa remaja ke masa dewasa merupakan masa yang penting bagi seorang individu. Pada saat memasuki masa dewasa, individu menghadapi beberapa macam pilihan untuk melanjutkan kehidupannya. Hal tersebut erat kaitannya dengan psikologi, pada masa peralihan, individu mulai megeksplorasi diri, mulai hidup terpisah dari orang tua dan mandiri, dan mulai mengembangkan sistem atau nilai-nilai yang sudah terinternalisasi sebelumnya. Masa di mana individu mulai mengeksplorasi diri dan lingkungannya dapat disebut dengan masa emerging adulthood. Respons individu di dalam menghadapi masa emerging adulthood berbeda-beda. Ada individu yang merasa senang dan antusias dan tertantang untuk menjelajahi kehidupan baru yang belum pernah dirasakan, namun ada juga yang merasakan kecemasan, tertekan dan hampa. Hal yang dihadapi atau perubahan-perubahan yang dialami oleh individu tidak selalu dimaknai secara positif. Timbul berbagai perasaan negatif seperti kebingungan, kecemasan, ketidakberdayaan, rendah diri, stress, dan ketakutkan akan kegagalan yang dapat mempengaruhi kesehatan mental (Rosalinda & Michael, 2019).

Dalam masa tersebut individu dihadapkan dalam sebuah pilihan dan sering terjadinya Quarter Life Crisis (QLC). QLC merupakan fenomena yang dalam ilmu psikologi dapat diartikan sebagai krisis konsep diri. Dalam psikologi itu ada istilah konsep diri, pandangan seseorang tentang dirinya secara utuh. Beberapa definisi QLC. menurut para tokoh psikolog adalah

  • Atwood dan Scholtz (2008):

quarter life crisis adalah sebagai bagian dari gejolak di quarter-life period, yaitu sebuah fase perkembangan psikologis yang muncul di usia 18–29 tahun sebagai transisi antara fase remaja (adolescence) ke fase dewasa (adulthood).

 

  • Robbins and Wilner (2001):

“The kind of emotional crisis among twenty somethings — the sense of desolation, isolation, inadequacy, and self-doubt, coupled with a fear of failure that many report in therapy is what is referres to as the Quarter-Life Crisis (QLC)”

QLC adalah krisis yang dialami seseorang berusia 20-30 tahun. QLC adalah perasaan khawatir yang hadir atas ketidakpastian kehidupan mendatang atau insecure terhadap seputar relasi, karier, dan kehidupan sosial yang terjadi dan dapat menimbulkan krisis emosional. Krisis emosional dalam jangka waktu panjang dapat menyebabkan konsekuensi negatif terhadap kehidupan, salah satunya stres bahkan depresi. Pada masa QLC ini individu akan selalu berkutat dalam pencarian diri, potensi dan kemampuan yang masih kita ragukan. QLC juga dapat terjadi dikarenakan faktor internal yaitu membanding-bandingkan dirinya dengan orang lain. Beberapa hal yang sering dilontarkan individu dalam menghadapi QLC adalah seperti;

“Kok dia bisa melakukan itu tapi aku nggak?”

“Aku sebenernya mau apa sih?”

“Kenapa dia lebih sukses dari aku?”

“Kenapa aku gak bisa kaya orang itu?”

“Aku sudah baik belum ya”.

Dalam QLC, individu yang tidak mampu merespons dengan baik berbagai persoalan yang dihadapi, diprediksi akan mengalami berbagai masalah psikologis, merasa terombang-ambing dalam ketidakpastian dan mengalami krisis emosional. Dengan demikian, perlu adanya tindakan upaya untuk menghadapi QLC agar dampak negative yang terjadi tidak berkepanjangan yang menganggu kesehatan mental.

Psikologi positif memiliki satu pusat perhatian utama yaitu pencarian, pengembangan kemampuan, bakat individu dan kemudian membantunya untuk mencapai peningkatan kualitas hidup (dari normal menjadi lebih baik, lebih berarti, lebih bahagia). Fokus dari psikologi positif adalah memandang manusia sebagai sosok yang positif, sehingga melihat manusia tidak hanya melulu permasalahan psikologis yang dihadapinya. tujuan utama psikologi positif tidak hanya untuk memperbaiki. Namun juga membangun kembali kualitas dengan positif. Dalam hal QLC, diharapkan psikologi positif dapat membantu individu membangun kualitas yang dimilikinya sehingga dapat menentukan pilihan dengan baik. Munculnya psikologi positif sebagai kajian psikologi modern diharapkan dapat mendorong manusia untuk menyadari sifat-sifat positif yang dimilikinya, sehingga mereka dapat mencapai sebuah hidup yang lebih bahagia dan berkualitas dan dapat melewai Quarter Life Crisis dengan baik. Kebahagiaan yang terjadi dapat memberikan berbagai dampak positif dalam segala aspek kehidupan dan akan mengarahkan pada hidup yang lebih baik. Diri sendiri adalah hakim multak dalam menentukan kebahagiaan diri sendiri. (Sarmadi, 2013)

Seligman sebagai Father Of Positive Psychology memberikan gambaran individu yang mendapatkan kebahagiaan yang autentik (sejati), yaitu individu yang telah dapat mengidentifikasi dan mengolah atau melatih kekuatan dasar yang terdiri atas kekuatan dan keutamaan yang dimilikinya dan menggunakannya pada kehidupan sehari-hari, baik dalam relasi, karier, pendidikan dan kehidupan social. Seligman juga mengatakan setidaknya terdapat lima aspek utama yang dapat menjadi sumber kebahagiaan autentik atau sejati, dan bisa diterapkan jika ingin menikmati QLC dan melewatinya dengan baik, yaitu;

Menjalin hubungan baik dengan orang lain.

Berhubungan baik dengan orang lain juga dapat membawa dampak baik jika kita memaknainya dengan baik. Banyak hal yang dapat diambil sebagai pembelajaran hidup

Keterlibatan penuh.

Dengan melibatkan diri secara penuh, bukan hanya fisik yang melakukan segala aktifitas yang harus dijalani, tetapi hati dan pikiran juga turut serta. Dengan begitu, kebahagiaan akan perlahan dapat menghampiri

Temukan makna dalam keseharian.

Dalam penemuan makna inilah, kita akan dapat menikmati segala proses yang terjadi, hingga emosi negative akan samar dan ditutupi oleh perasaan positif. Temukan makna dalam hal-hal kecil, maka kebagiaan akan terus bermunculan

Optimis, namun tetap realistis.

Mereka yang optimis, tidak akan mudah cemas karena menjalani hidup dengan penuh harapan. Optimisme dapat membuat langkah kita menjadi lebih ringan. Namun untuk mempertahanakn sikap optimis, perlu adanya realistis yang disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan kita

Menjadi pribadi yang resilien.

Pribadi yang resilien adalah pribadi yang mampu untuk bangkit dari peristiwa yang terpahit sekalipun. Namun banyak dari kita terlalu focus dengan hal-hal yang menyedihkan dan berujung kepada sebuah kenegatifan.

Aspek-aspek positif yang tidak tergali atau tidak terperhatikan dalam diri seseorang harus mulai dikembangkan. Dalam QLC, individu sering kali merasa dirinya memiliki penuh keraguan yang berdampak memandang banyak kenegatifan atau kekurangan pada dirinya. Padahal dalam setiap individu, pasti mempunyai kelebihan atau kepositifan yang dapat dikembangkan secara maksimal yang dapat membuat dirinya lebih bermakna dan juga bahagia. Setelah menggapai kebahagiaan, lakukan lah beberapa resolusi untuk menggapai hidup yang baik. Menurut pandangan psikologi positif, beberapa resolusi yang dapat kamu lakukan diantaranya dengan merubah cara berpikir, merubah jalan perasaan dengan mengusahakan agar energi positif dari perasaan yang selalu positif sehungga tidak lupa untuk selalu bersyukur apa yang telah terjadi, merubah cara pandang terhadap orang lain dengan mencobal untuk merubah cara pandang itu menjadi cara pandang yang positif, merubah cara penghargaan diri dengan mmenganggap idividu harus memiliki pemikiran bahwa diri sendiri adalah berharga dan istimewa.

Dengan beberapa cara menurut pandangan psikologi positif, diharapkan individu dapat melewati QLC dengan baik sehingga dapat mencapai hidup yang bahagia, baik dan  bermakna. “Habis Gelap Terbitlah Terang”, tidak selamanya kenegatifan akan selalu berakhir kepada hal yang buruk. Akan ada hal baik atau kepositifan yang akan menghampiri jika individu berusaha mengoptimalkan dirinya dengan baik. Psikologi positif berpandangan bahwa tidak hanya memperbaiki sesuatu yang paling buruk dalam hidup tetapi juga membangun kualitas terbaik dalam hidup dan memperbaiki ketidakseimbangan di waktu lalu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *