Sumber: freepik.com
Oleh Tri Sulastri
Sahabat Asisya pernah gak sih kalian merasa bahwa kalian menjadi lebih bijak dalam melihat permasalahan temanmu? Namun ketika kamu dihadapkan pada suatu masalah, kamu tidak bisa menyelesaikannya bahkan meminta saran dari temanmu.
Salah satu kasus yang sering terjadi adalah ketika seseorang meminta saran mengenai hubungan asmara pada temannya. Sementara teman yang dimintai saran tersebut tidak bisa menyelesaikan masalahnya sendiri atau bahkan tidak sedang terlibat dalam hubungan asmara (re: jomblo).
Inilah yang disebut oleh Igor Grossman dalam Journal of Psychological Science sebagai Paradoks Solomon.
Apa itu Paradoks Solomon?
Paradoks Solomon merupakan istilah yang menggambarkan ketika individu lebih bijak dalam menyelesaikan masalah orang lain daripada masalahnya sendiri.
Dilansir dari Journal of Psychological Science, istilah ini diambil dari nama raja Israel ketiga yaitu Raja Solomon. Semasa pemerintahannya, raja dikenal sebagai orang paling bijak. Rakyatnya pun rela datang dari tempat yang jauh untuk meminta nasihatnya.
Namun, ketika ada masalah dalam hidupnya, Raja Solomon tidak bisa menyelesaikannya. Hal ini pun menjadi salah satu alasan dibalik kehancuran kerajaannya.
Kemudian istilah paradoks Solomon diperkenalkan oleh Igor Grossman, seorang ilmuwan psikologi University of Waterloo. Dalam penelitiannya, ia melakukan eksperimen dengan sekelompok orang yang berada dalam hubungan asmara jangka panjang.
Grossman membagi partisipan menjadi dua kelompok dimana kelompok pertama membayangkan bahwa pasangannya selingkuh. Sementara kelompok kedua diminta untuk membayangkan pasangan temannya selingkuh. Hasilnya menunjukkan bahwa kelompok kedualah yang lebih bijak.
Tapi kenapa ya bisa seperti itu?
Ketika Anda berusaha untuk memecahkan masalah orang lain, Anda memberi jarak antara diri kamu dengan masalah tersebut. Hal inilah yang disebut oleh Grossman sebagai self-distancing.
Saat melakukan self-distancing, Anda cenderung untuk memisahkan diri dari masalah atau peristiwa tersebut sehingga akan mampu berpikir secara lebih rasional.
Sementara, ketika Anda yang mengalami masalah itu sendiri, Anda cenderung fokus pada diri sendiri dan larut dalam masalah yang dialami. Hal ini disebut sebagai self-immersed.
Individu dengan perspektif self-immersed akan melihat masalah dari perspektif egosentris atau pusat pemikirannya. Individu ini akan kesulitan mengatasi masalah sebab tidak bisa melihat masalah tersebut dalam sudut pandang objektifnya. Mereka mungkin terlalu larut dan takut dengan kemungkinan-kemungkinan terburuk yang akan terjadi daripada menganalisa penyebab dan solusinya.
Itulah mengapa orang yang tidak berada dalam masalah tersebut bisa lebih bijak dalam memberikan nasihat untuk menyelesaikannya. Maka ketika Anda dihadapkan masalah, cobalah untuk memposisikan diri Anda sebagai orang lain agar bisa melihat masalah dengan objektif dan lebih bijak.
Jika kamu memiliki pertanyaan mengenai masalahmu, kamu bisa menceritakannya ke psikolog dan konselor Asisya Consulting.
Sumber:
Grossman, I., & Kross, E. 2014. Solomon’s Paradox: Self-Distancing Eliminates the Self-Other Asymmetry in Wise Reasoning About Close Relationships in Younger and Older Adults. Journal of Psychological Science, Vol. 25 (8), hal. 1571-1580. doi: 10.1177/0956797614535400